Thursday, November 11, 2010

Hikmah Fajar


“Rohatil Athyaru Tasydu bilayalil maulidi wa bariqunnuri yabdu min ma’ani ahmadi..”

            Fajar subuh belum lagi hilang dari langit kairo, saat ku duduk termenung di depan komputer sambil menikmati senandung pujian kepada Rasulullah SAW. Seketika hadir bayangan tradisi peringatan muludan di daerah tercinta, Jakarta.

            Sekumpulan orang berbaju serba putih duduk melingkar, dipimpin seorang  kiyai ditengah-tengah mereka, membawakan syair-syair cinta penuh kerinduan kepada Sang Rasul. Sebagian orang turut serta membacakan sholawat, sementara sebagian lainnya larut dalam syahdunya nada-nada beraroma magis.

            Mereka yang hadir mungkin berasal dari berbagai golongan, dengan beragam latar belakang sosial, pendidikan dan tingkat ekonomi serta tak menutup kemungkinan berasal dari agama lain, yang secara naluriah ikut terbawa dalam suasana penuh cinta dan kerinduan, dalam indahnya kedamaian.

            Acara dilanjutkan dengan ceramah agama, biasanya bertema kemuliaan Rasulullah dan tentunya ajakan untuk meneladani Beliau dalam segala aspek kehidupan. Diakhir acara tak jarang disediakan nampan-nampan berisi nasi kebuli atau menu-menu khas betawi lainnya. Dan biasanya di sesi inilah para hadirin tampak gembira, bercanda ria satu sama lain, sejenak melupakan semua beban hidup.

            Ada banyak hal yang bisa kita petik hikmahnya dari sebuah peringatan kelahiran Rasulullah SAW ala tradisi betawi ini. Sebutlah, yang pertama adalah pentingnya memupuk rasa cinta dan rindu dalam hati kita terhadap Rasulullah SAW. Seorang penyair arab berkata begini, “Hubbunnabiyyi falah, wal ‘ilmu khoirussilah, fihi huda wannajah, fuzna bihubbinnabiyyi, wal ‘ali ahlissholah” (Cinta kepada Rasulullah adalah sebuah kemenangan, dan ilmu adalah sebaik-baiknya senjata, didalamnya terdapat petunjuk dan kemenangan, kita menjadi pemenang dengan rasa cinta kepada Rasul, dan sungguh tinggi derajat orang yang memelihara sholat.)

            Ditengah himpitan hidup di kota besar, dengan berbagai tuntutan ekonomi dan beragam konflik kepentingan serta tarik-menarik antar pandangan politik, suasana muludan bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir di puncak musim panas. Hanya damai yang terasa dalam jiwa dan nurani yang kembali hidup mendengarkan syair-syair kerinduan penuh cinta kepada Rasulullah.

            Wajarlah kiranya sang penyair arab melukiskan kedamaian yang menyelimuti malam kelahiran Baginda ditingkahi kicauan burung nan merdu menyambut datangnya sinar mentari pagi yang bersiap menyinari bumi (seperti yang kurasakan di pagi ini).

            Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang penuh rindu dan cinta kepada Baginda Rasulullah SAW. Amin ya Robb

Ahmad Fakhroni
Tholib Azhary

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
أحمد فخرانى, جاكرتا الاندونيسى مولدا, القدسى والقاهرى نشأة, الأزهرى منهجا, الشافعى مذهبا, السنّى عقيدة, الصدّيقى سلسلة,الدرقاوى اسنادا, الشاذلى طريقة, النبوى وراثة, المحمدى خليفة, الرحمن عبدا, الرحيم رحمة.

Pages